Jumat, 09 Januari 2015

DEGRADASI PEMBELAJARAN PARA PELAJAR





TK, SD, SMP, SMA, dan sekarang kuliah.
TK satu tahun
SD enam tahun
SMP tiga tahun
SMA-ku 4 tahun
Kuliahku mau berapa tahun ?? belum tau

 
Kita mulai cerita dari TK, disini diajari menulis, membaca, meyanyi, dan segala hal yang mengasikkan. Diajari juga cara berperilaku yang baik, sopan pada orang yang lebih tua, dan saling membantu. Dengan sabar bapak ibu guru mengajari menulis “ A-B-C-Z”, mengajari membaca I-B-U dibaca “Ibu”, B-A-P-A-K dibaca “bapak”, S-A-P-I dibaca “sapi”.

Berpindah ke SD, sudah bisa menulis meskipun belum bagus, mulai bisa membaca meskipun belum lancar. Diajari ilmu-ilmum dasar; mulai mengenal matematika, bahasa Indonesia, Budipekerti, Pendidikan Pancasila dan Kwarganegaraan (PPkn), Ilmu Pendidikan Alam (IPA), Ilmu Pendidikan Sosial (IPS) dan lain-lain. Tidak asing ditelinga nasehat dari bapak ibu guru supaya rajin belajar, Rajin membantu orang tua, berbuat baik kawan dan kepada orang lain. Guru tidak hanya sebagai pengajar mata pelajaran saja, terasa begitu dekat seperti saudara bahkan seperti orang tua. Disini juga mulai mengenal apa itu Pekerjaan Rumah (PR) , apa itu tugas kelas, apa itu pengumpulan tugas, apa itu piket kelas, dan apa itu hukuman. Tugas-tugas yang dikerjakan selalu diperiksa oleh guru dengan teliti, dikoreksi, dibenarkan oleh guru supaya siswa-siswi tau kesalahan pengerjaan tugasnya dan dapat membenarkannya saat tugas dikembalikan lagi nantinya.

Lulus SD melanjutkan ke-SMP. Mata pelajaran semakin beraneka ragam, tugas sekolah semakin banyak, PR hampir datang setiap hari. Bapak ibu guru mulai menanamkan keberanian pada diri siswa-siswinya, diajari bagaimana berdiskusi dengan teman-teman, presentasi di depan kelas, diajari berorganisasi melalui Organisasi Siswa In tra Sekolah (OSIS). Pendidikan ahlaq dam karakter tetap diajarkan bahkan semakin ketat saja. Guru Bimbingan Konseling (BK) aktiv memanggili siswa-siswi yang bermasalah (nakal) dan bahkan menggil orang tua murid yang sudah dianggap kronis kenakalannya. Siswa-siswi terkontrol dengan baik, kesetiakawanan benar-benar ditanamkan di masa-masa ini.
Masa SMA-ku berbeda dengan kalian (mungkin). Aku disekolahkan di pesantran dipedalaman kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, namanya Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor (PMDG). Ketika mendengar kata pondok pesantren mungkin yang ada dalam benak pikiran kalian adalah manusia-manusai yang selalu bersarung dan berpeci (kopiah/songkok) dan melulu belajar ilmu agama. Buang pikiran itu jauh-jauh dari pikiran kalian, ini Gontor. Sistem pendidikannya mengarah kepada keseimbangan lahir-batin, jasmani-rohani, dunia-aherat, simpelnya 100% mata pelajaran tentang agama dan 100% lainnya mengenai ilmu umum. Bahasa Inggris dan bahasa Arab adalah bahasa wajib di sini. Soal pendidikan ahlak jangan diragukan, pendidikan mental dan karakter jangan disangsikan. Keidisiplinan sangat ditekankan di sini, bahkan ada sebuah istilah ,”pada saat perkumpulan, jarum jatuh-pun terdengar”. Push-up, sit-up, lari keliling pondok, mengepel asrama, membersihkan lingkungan pondok merupakan makanan rutin para pelanggar kedisiplinan. Berpidato bahasa Arab-Inggris di atas meja dengan ditonton oleh pengguna jalan merupakan hukuman yang sangat mendidik untuk mereka yang melanggar bahasa. Sopan kepada kakak kelas, sopan kepada pengurus asrama yang sama-sama pelajar, sopan kepada guru sangat diberatkan. Senyum, salam, sapa dan mencium tangan merupakan tradisi yang dipelihara kuat disini.
Memasuki bangku kuliah kok semuanya berubah ??
  1. Dosen tak lagi menasehati tentang ahlak, tentang mental .
Padahal mahasiswa itu para calon guru, calon pejabat, calon anggota dewan yang semestinya mendapatkan pendidikan ahlak lebih banyak daripada anak SMA, SMP, SD ataupun TK
Kalo alasannya:
  • karena mahasiswa “dianggap” sudah dewasa, tau etika, tau benar dan salah maka ketahuilah wahai bapak dan ibu dosen yang terhormat bahwa mahasiswa juga sudah dewasa dan bisa belajar matakuliah sendiri tanpa hadirnya kalian di kelas . cukup bagi kami membeli buku dan mempelajarinya sendiri .
  • Karena sungkan, takut dikatakan sok bijak, takut dibenci, takut tidak didengarkan, maka saya tegaskan jangan jadi dosen, tulis saja surat pengunduran diri anda. Tidak ada tempat untuk penakut di dunia ini.
  1. Tugas yang dikumpulkan kok tidak pernah di kembalikan pak, bu ? kami kan pengen tau nilai tugas kami, supaya tidak terjebak pada kesalahan yang sama…
Apa alasannya:
  • Supaya tidak ketahuan kalau tidak obyektif pada pemberian nilai. Supaya leluasa memberikan nilai asal asalan, anak dosen dikasih nilai besar, ketua kelas nilai besar, mahasiswa-mahasiswa yang dekat dengannya nilai besar meskipun isi otak mereka kosong ?
Tidakkan terpikirkan nasib mahasiswa yang tidak dekat dengan dosen akan tetapi mempunyai isi otak yang encer ?
  • Supaya tidak ketahuan kalau tugas mahasiswa ternyata hanya dikumpulkan saja tanpa diperiksa dan dikoreksi?
  1. Rumitnya perizinan meninggalkan kelas, sakit harus ada surat keterangan dokter.
Lalu bagaimana kawan-kawan saya yang sakit parah, berbaring atau bahkan sekarat di kamar dan tidak kuat ke dokter. Apakah akan dikosongkan juga absennya jika tanpa surat keterangan dari dokter ?
  1. 75% kehadiran untuk bisa ikut Ujian (UAS/UTS)
Oh My God, peraturan model apa lagi ini ??
  1. Keuangan kampus tidak transparan. Kalau memang pihak kampus jujur, seharusnya mereka transparan, bukankah uang merupakan hal sensitif guys ? dimana ada ketidaktegasan maka disitu ada ketidak jujuran.
  2. …. (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post